Waduh, Brendan Rodgers Ketahuan Ngintip Dada ...

Manajer Liverpool, Brendan Rodgers jadi bahan olok-olok para penggemar The Reds setelah tertangkap kamera sedang mengintip bagian Baca Lagi ...

Buffon Jengkel Gawangnya Jebol di Menit Akhir

WARSAWA - Gianluigi Buffon marah besar setelah Jerman bisa memperkecil skor jadi 2-1 di semifinal Euro 2012 di National Stadium, Jumat (29/06/12) dini Baca Lagi ...

Lahm: Kekalahan yang Pahit

WARSAWA - Jerman resmi kalah 1-2 dari Italia di semifinal Euro 2012, Kamis atau Jumat (29/6/2012). Apa yang dirasakan kapten Philipp Lahm Baca Lagi ...

Jogi, Ke Mana "Sentuhan Emasmu"?

WARSAWA - Lima belas pertandingan Jerman menorehkan kemenangan beruntun itu sekaligus memecahkan rekor dunia. Joachim "Jogi" Loew dipuja Baca Lagi ...

Lomba Renang dengan Sang Kekasih, Ronaldo Tak...

Tak ada pemain mana pun yang menyukai sebuah kekalahan. Begitu pun yang ditegaskan bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo. Pemain asal Baca Lagi ...

Adu Kekuatan Mental Tim Spesialis Turnamen

Kamis, 28 Juni 2012 | 17:19

Kiper tim nasional Italia, Gianluigi Buffon (kanan) dan gelandang Alessandro Diamanti bersorak bersama tim setelah menang drama adu penalti atas Inggris di babak perempat final Piala Eropa 2012, Minggu (24/6/2012), di Stadion Olympic di Kiev.
Berbicara Jerman dan Italia tak bisa lepas dari soal mental. ”Der Panzer” minimal masuk semifinal Piala Dunia dan Piala Eropa dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir. Sementara ”Gli Azzurri” merengkuh trofi juara dunia 2006 di tengah merebaknya kasus pengaturan laga, Calciopoli. Tak pelak, pertemuan kedua tim pada semifinal di Stadion Nasional, Warsawa, Polandia, Jumat (29/6) dini hari WIB, ibarat ajang adu kekuatan mental tim spesialis turnamen.

Saat Italia menahbiskan diri sebagai yang terbaik enam tahun silam, Jerman menjadi salah satu korban kekuatan mental Italia. Pada laga semifinal di Dortmund, Jerman, Der Panzer takluk 0-2 dari Gli Azzurri.

Ketika laga tampaknya akan berakhir dengan adu penalti, bek Fabio Grosso dan striker Alessandro del Piero menciptakan gol pada menit-menit terakhir babak perpanjangan waktu.

Strategi Marcello Lippi, yang mengubah gaya bertahan Italia dengan menyerang pada perpanjangan waktu 2 x 15 menit, mengejutkan Jerman. Tim asuhan Juergen Klinsmann pun kecolongan dan menuai malu di depan
publik sendiri.

Jerman lagi-lagi gagal mengalahkan Italia dalam laga persahabatan di Dortmund, Februari 2011. Der Panzer, yang unggul lebih dahulu melalui Miroslav Klose pada menit ke-16, harus puas bermain imbang 1-1 setelah striker Giuseppe Rossi menyamakan skor sembilan menit jelang laga usai.

Sulitnya mengalahkan Italia bahkan telah terjadi sejak Jerman masih diperkuat sang bomber, Gerd Mueller, pada babak semifinal Piala Dunia 1970. Kala itu, lewat pertarungan sengit nan ketat, Der Panzer menyerah 3-4 lewat perpanjangan waktu.

Kedua tim bermain imbang 1-1 sepanjang 90 menit. Italia unggul cepat melalui Roberto Boninsegna pada menit kedelapan. Karl-Heinz Schnellinger menyamakan kedudukan pada pengujung laga. Sayang, dua gol Mueller mampu dibalas Tarcisio Burgnich, Gigi Riva, dan Gianni Rivera.

Laga ini menjadi pertandingan terbaik, melebihi final antara Brasil dan Italia yang berakhir 4-1 untuk keunggulan tim ”Samba”.

Hasil itu kian menegaskan dominasi Gli Azzurri atas Der Panzer sepanjang pertemuan mereka. Dari 30 pertandingan, Italia menang 14 kali, sedangkan Jerman hanya 7 kali. Namun, semua kemenangan itu diperoleh Jerman pada laga persahabatan.

Saat menjuarai Piala Eropa 1996 di Inggris, tim asuhan Berti Vogts hanya mampu bermain imbang tanpa gol dengan Italia pada babak penyisihan Grup C. Itulah mengapa Italia menjadi lawan sepadan bagi tim asuhan Joachim Loew pada semifinal nanti.

”Apakah kegagalan pada Piala Dunia 2006 masih menghantui kami? Tidak. Kali ini kami tak ingin Italia menjadi malaikat pencabut nyawa lagi,” ujar Loew, yang enam tahun lalu menjadi asisten pelatih Jerman, kepada Bild.

Penantian cukup lama

Ya, Jerman telah menanti cukup lama untuk kembali menjadi yang terbaik di ranah Eropa dan dunia. Meski minimal masuk semifinal turnamen bergengsi, Der Panzer tak pernah menuntaskannya dengan gelar juara selama 10 tahun belakangan. Padahal, sebelum tahun 2002, Jerman adalah tim Eropa tersukses dengan koleksi masing-masing tiga trofi Piala Dunia dan Piala Eropa.

Kapten tim Jerman, Philipp Lahm, mengajak timnya untuk mengakhiri puasa gelar. Memori kelam 2006 bakal dijadikan pemantik motivasi untuk merebut trofi keempat sekaligus mempertahankan status Jerman sebagai kolektor Piala Eropa terbanyak.

”Kami jauh lebih berkembang sekarang. Catatan gemilang sejak awal penyisihan menunjukkan kami punya kapasitas untuk mengangkat trofi kali ini,” kata Lahm, yang juga membela Jerman enam tahun lalu itu, dikutip dari Soccerway.

Jerman menjadi satu-satunya tim yang selalu menang hingga perempat final. Pola 4-2-3-1 racikan Loew begitu solid saat bertahan dan tajam saat menyerang. Saat banyak tim kesulitan menembus kokohnya pertahanan Yunani, Der Panzer menggelontor gawang mereka dengan empat gol pada babak delapan besar yang berakhir 4-2.

Di lini belakang, ketangguhan duo gelandang bertahan Bastian Scweinsteiger dan Sami Khedira membuat lawan sulit menembus benteng Der Panzer. Sejauh ini, Jerman tercatat sebagai tim tersubur dengan mencetak sembilan gol dan kemasukan dua gol.

Kolaborasi pemain tua dan muda berkualitas di skuad Jerman memudahkan Loew berkreasi membuat kejutan. Boleh jadi, ia bakal memasang kembali striker Mario Gomez serta dua penyerang sayap, Lukas Podolski dan Thomas Mueller.

Ketiga pemain itu sempat digantikan Miroslav Klose, Marco Reus, dan Andre Schuerrle saat melawan Yunani. Loew tak menampik, hal itu bagian dari strategi agar permainan timnya sulit dibaca lawan. ”Saya punya banyak gelandang berkualitas yang mumpuni menghadapi siapa pun. Bisa saja (melawan Italia) giliran Mario Goetze dan Toni Kroos yang jadi starter,” katanya.

Faktor kejutan itulah yang diwaspadai Pelatih Italia Cesare Prandelli. Siapa pun gelandang yang dipercaya Loew tak memengaruhi ketaktisan Der Panzer dalam membombardir serangan mereka ke gawang lawan.

”Jerman adalah tim yang terorganisasi dengan sangat baik. Siapa pun yang diturunkan tak akan mengubah karakter tim karena mereka punya fondasi bermain yang kuat,” papar Prandelli kepada Guerin Sportivo.

Bagi mantan Pelatih Fiorentina itu, serangan Jerman berbahaya karena memiliki banyak pemain dengan insting mencetak gol. Itulah mengapa Prandelli tak berniat menghadapi Jerman dengan catenaccio, gaya bertahan gerendel khas Italia.

Ia justru meracik strategi 4-1-3-2 yang sukses meredam perlawanan Inggris pada babak perempat final. Posisi Andrea Pirlo yang berada di belakang tiga gelandang membuat permainan Gli Azzurri lebih seimbang. Mereka tetap kuat saat bertahan, tetapi tak kehilangan taji saat menyerang melalui umpan-umpan terukur Pirlo.

Laga melawan Inggris menjadi anomali, dalam arti positif, bagi Italia. Gli Azzurri yang selama ini dikenal jago bertahan justru mengurung ”Tiga Singa”. Mereka menguasai jalannya pertandingan dan berkali-kali mengancam gawang Inggris melalui duet Mario Balotelli dan Antonio Cassano.

Hebatnya, warna baru Italia, yang menyerang dan berani mendominasi laga, hadir di tengah skandal Calcioscommesse atau Calciopoli jilid II. Kasus pengaturan skor di kompetisi sepak bola yang diduga melibatkan sejumlah pemain itu mengguncang Gli Azzurri jelang Piala Eropa.

Prandelli mencoret bek Domenico Criscito, sedangkan kepolisian Italia sempat mencurigai keterlibatan dua pemain Juventus, Gianluigi Buffon dan Leonardo Bonucci.

Namun, ada fakta unik yang melekat pada tim Italia. Setiap memasuki turnamen dengan masalah besar dalam kancah sepak bola domestik, Gli Azzurri justru sukses membawa pulang trofi, seperti pada Piala Dunia 2006.

Itulah Jerman dan Italia, dua tim bermental baja, yang akan bertarung demi mendekatkan diri ke mahkota juara.

sumber : kompas

Berita Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Terkini

free counters